Headlines
Published On:Kamis, 21 Juni 2012
Posted by Unknown

Galau Teknologi

Hidup sekarang ini lebih cepat dengan berbagai macam kecepatan baik yang berbentuk makanan maupun transportasi. Ingin makan tinggal tekan nomer, ingin berpergian jauh tinggal memilih jenis kendaraan apa yang ditumpangi dan begitu juga ingin mendapatkan informasi bisa tinggal klik saja.

Sejak Descartes bapak filosof modern dengan andigumnya “Cogito Ergu Sum” aku berfikir maka aku ada yang telah mengambil alih cara pandang teosentris (hubungan dengan tuhan) menjadi cara pandang antroposentris (hubungan antar manusia). Sehingga ilmu pengetahuan dan teknoligi berkembang cepat dengan paradigm rasionalisme dan empirisme yang berfaham positivistik.

Namun kita tidak boleh marah kepadanya, sungguh kita harus berterima kasih. Sebab kita memiliki adab ketimuran, jika bermanfaat maka harus dimanfaatkan tentu sesuai dengan porsi ketimuran kita.

Walaupun kroni-kroni mereka menyerang kita dari berbagai tokoh seperti Feurbach, Sigmund Freud hingga Nietzsche. Mereka berpandagan, tuhan itu candu dan tuhan itu harus dibunuh. Biarlah mereka dengan bermacam pengikutnya tetap mendengugkan paham tersebut. Tuhan saja tidak marah, maka kitapun tidak diperbolehkan marah.

Dengan hal tersebut ternyata mereka bisa merubah dunia dengan peradaban baru yang dipenuhi produk teknologi dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Mereka bisa merubah produk-produk baru yang realistis, jelasnya mereka tidak mampu merubah produk-produk yang hyperrealitas yakni berada dalam iman kita. Sehingga kita patut bangga dengan adat ketimuran kita, sehingga kita mendapatkan sebutan umat terbaik (khairu ummah). Al-Qur’an saja sudah mengariskan kita bahwa kita adalah bangsa yang terbaik. Tentu harus diimbangi dengan kebaikan lainnya seperti baiknya teknologi dan baiknya ilmu pengetahuan sehingga kita bisa lebih unggul.

Namun sekali lagi ini bukan pertarungan antar peradaban, atau dalam Francis Fukuyama benturan antar peradaban. Itupun sebenarnya tidak ada, yang ada adalah bagaimana kita menjadi umat yang terbaik dan bisa mengayomi umat-umat yang lain tanpa adanya tragedi kemanusiaan seperti korupsi, pembunuhan, pencurian, perampokan, tawuran, dll.

Realitas Galau
Ternyata kita mampu memakai dan memanfaatkan teknologi, ini bukti bahwa kita tidak gagap teknologi. Meskipun kita belum bisa membuatnya sendiri seratus persen. Namun minimal kita bisa mencontohnya walau sekedar delapan puluh persen. Bukan berarti kita ingin mencontoh sepenuhnya produk mereka. Namun kebaikan kita yang bisa memodifikasi tanpa mengurangi sepenuhnya.

Kalau sepenuhnya kita sebenarnya mampu, tentu kita tidak ingin merugikan mereka. Sebagai orang yang terbaik, tentu kita dilarang merugikan orang lain. Tidak ada dalam ajarannya, yang ada bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Maka ketika kita bisa membuat mobil, dua puluh persen bahan adalah impor dari negeri tetangga. Inilah baiknya kita walaupun bisa membuat sendiri, kita masih berbuat baik kepada mereka.

Kitapun bisa membuat produk jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Namun kita tidak ingin sombong kepada mereka, sebab jika kita terserang virus kesombongan produk tersebut akan dipasarkan secara boming dan hasilnya bisa dimanfaatkan pribadi. Kita bukan seperti itu, cukup bisa dimanfaatkan untuk sesama tanpa mengkomersiliasi. Buktinya pendiri facebook saja, dengan banyaknya tanggungan pajak, beralih warga Negara ke Negara tetangga kita Singapura.

Soal kegalauan itu bukan asli kita, hanya ingin ditunjukan bahwa hal itu adalah trend. Sehingga orang lain dapat tertarik dan menikmati secara bersama. Kegalauan itu adalah bahagia sebab mampu memberikan intisari kepada khalyak umum untuk bisa di konsumsi secara bersama-sama.

Setiap hari kita bisa mengupdate status, itu tanda bahwa kita tidak sedang galau. Membuktikan bahwa kita dapat memanfaatkan waktu luang untuk saling berbagi informasi. Baik informasi kegalauan, berita, acara makan, pengajian hingga tasyakuran pernikahan.

Kita adalah bangsa pemenang, seperti rukun Islam. Pertama, kita masih meyakini keimanan bahwa tidak ada sesuatu yang bisa mempengaruhi diri kita. Baik itu isu maupun provokasi pihak asing. Kedua, kita masih menghadap kiblat, membuktikan bahwa kita menjaga tahta kerajaan kita yang tidak bisa diungkit orang lain. Dengan barisan yang rapat menjadikan kita lebih kuat. Ketiga, menjaga hawa nafsu untuk tidak tamak terhadap dunia maupun orang lain yang bukan dari golongan kita. Sehingga kita mampu menahan bentuk serangan teknologi maupun informasi.

Keempat, saling berbagi adalah ciri kita sehingga rasa peduli itu tidak dimiliki bangsa asing. Menjadi diri yang dapat bermanfaat dan bisa menjadi lebih tangguh dengan tebaran kebaikan seperti menebar benih, jika benih yang baik diberikan maka tanaman serbuk sari yang dibawa orang lain akan dibawa angin dan kebaikan itu akan sampai pada kita. Kelima, kesucian yakni dengan memakai pakaian putih menandakan kita bahwa kita tidak memiliki apa-apa selain selembar kain putih yang menutupi. Untuk apa menumpuk harta jika itu harta korupsi, matipun kita tidak membawanya.

Kita adalah pemenang yang pantas memimpin dunia dengan peradaban baru yang lebih baik dan di ridhoi Allah.

Jum’at, 1 Juni 2012



About the Author

Posted by Unknown on 18.27. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By Unknown on 18.27. Filed under . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 komentar for "Galau Teknologi"

Leave a reply

TIDAK HARUS PILIH SAYA

Video

teaser

mediabar

Diberdayakan oleh Blogger.

Search This Blog

KUNJUNGAN

Website counter