Headlines
Published On:Kamis, 21 Juni 2012
Posted by Unknown

Negara Gagal

Indonesia mendapatkan peringatan atas survai yang dilakukan di 178 negara. Data di rilis dari The Fund For Peace (FPP) di Washington DC. Indeks Negara gagal Failed States Indek/FSI tahun 2011, bahwa Negara Indonesia menempati urutan ke 63, sedangkan tahun lalu kita menempati posisi 64 dari 178 negara bersama Negara Gambia. Posisi tersebut Indonesia di ketegorikan Negara dalam bahaya (in danger) yang akan menuju Negara gagal.

Ada dua belas indikator yang dijadikan survai seperti persoalan; pelayanan publik, kontrol pemerinah pusat ke daerah, kesenjangan ekomoni. Survai tersebut ada empat kategori yang akan diterima disetiap Negara seperti; waspada, dalam peringatan, bahaya dan gagal.

Sedangkan Negara kita mendapatkan titel menuju Negara gagal, dengan status peringatan. Hal ini ada tiga indikator yang menjadikan Negara kita berhak menyandang gelar tersebut. Pertama, persolan kependudukan yakni tekanan demografi dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk 1,49 % pertahun. Hal ini memicu kepadatan penduduk yang tidak bisa diatasi. Kedua, protes kaum minoritas sebab rasa aman tidak didapatkan. Ketiga, persoalan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Juru bicara kepresidenan mulai angkat bicara, ia mengatakan, “kita harus bekerja keras lagi”.

Sebenarnya kita patut berbangga diri mendapatkan peringkat 63, sebab angka tersebut merupakan angka magic. Jika angka 6 dijumlahkan dengan angka 3 maka hasilnya akan berjumlah 9. Sedangkan angka 9 merupakan titik puncak. Angka berapapun jika dikalikan dengan angka 9 hasilnyapun berjumlah 9. Sebab dalam teori bisnis, setiap nilai ingin dikalikan, bukan di tambah, kurang maupu bagi.

Namun ini bukan persolaan magic of number, tapi persoalan bangsa yang harus dicari dan diselesaikan. Penyelesaian masalah tentu dengan adanya solusi. Karena kita bangsa yang pintar, sering bermunculan berbagai macam solusi, namun berujung pada masalah baru. Hal itu cukup menandakan kita bangsa yang sigap dalam persoalan masalah apapun.

Ketiga indikator diataslah yang paling utama. Pertama, soal kepadatan penduduk. Untuk menekan jumlah penduduk, solusi sudah ada dari zaman presiden Soeharto yakni program kelurga berencana (KB). Namun kita memiliki lahan yang luas, hal tersebut tidak berpengaruh pada masyarakat. Hingga istilah urbanisasi hingga transmigrasi menjadi suatu alternatif.

Tapi itu mensalahi aturan main bangsa ini, sebab banyak anak banyak rizeki, hal ini sangat ilmiah buktinya bisa ditanyakan kepada pengusaha aqiqah. Bahkan Rasulullah sendiri menganjurkan umatnya untuk memiliki anak yang banyak, bahkan bagi laki-laki jika mampu boleh menikahi empat orang istri. Ini menandakan bahwa banyaknya anak menjadi sumber rizeki, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nuur: 32).

Kedua, protes kaum minoritas. Kalau ditelisik tidak ada istilah kaum minoritas, yang ada hanya keberagaman. Jadi tidak perlu jadi persoalan, mereka melakukan protes karena supaya dapat terlihat bahwa kaumnya masih eksis. Sebagai bentuk eksistensi diri. Karena kita Negara penjunjung demokrasi, sehingga siapapun diberik hak kekebasan dalam mensuarakan pendapat dan pandangannya.

Jika dari dulu kaum minoritas menjadi persoalan, sudah barang tentu kita tidak akan menikmati kemerdekaan. Sehingga sampai saat ini kita masih menikmati kekayaan alam yang tidak didapat dinegara lain, bahkan ada yang mengistilahkan Negara kita adalah cipratan surga.

Ketiga, hak asasi manusia. Apa lagi soal HAM, penganut demokrasi memberikan kebebasan kepada siapapun. Jika persoalannya masalah penanganan kasus, semisal kasusunya Munir atau Marsinah. Itu hanya soal waktu saja, lha kita sudah menegakkannya. Jika belum bisa terurai, itu tandanya ada hikmah yang tersembunyi.

Namun pada dasarnya persoalannya hanya; bagaimana penyelesaikan masalah kependudukan seperti kebutuhan para penduduk baik ekonomi, sumber daya alam maupun kesenjangan sosial. Bagaimana kita mampu menghargai satu sama lain, tanpa adanya bentuk-bentuk penindasan. Bagaimana memberikan ruang terbuka atas nama kebebasan.

Intinya seperti yang dikatakan jubir presiden, “kita harus bekerja keras lagi”. Itupun sebenarnya salah besar. Kita adalah para pekerja yang keras. Tidak ada rakyat di Negara manapun yang harga kerja dari buruhnya murah selain di Indonesia. Persoalan jam kerja, para buruh memiliki daya yang paling kuat dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore itu belum ditambah jam lemburan, tidak ada dinegara manapun memiliki daya tahan semacam itu selain di Indonesia terkecuali para pekerja pemerintah.

Negara gagal sesuai dengan filosofi kita, “Kegagalan adalah guru yang paling baik”. Untuk menuju kearah yang lebih baik tentu dengan proses yang panjang. Sesuai dengan paribahasa orang jawa, “Gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh” (Pelan-pelan dalam mengerjakan, akan tetapi dapat terlaksana harapannya). Jadi survai yang di rilis The Fund For Peace (FPP), tidak berpengaruh terhadap bangsa kita. Tetap semangat dan yakin Negara kita adalah penggalan surge.

Kamis, 21 Juni 2012

About the Author

Posted by Unknown on 18.32. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By Unknown on 18.32. Filed under . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 komentar for "Negara Gagal"

Leave a reply

TIDAK HARUS PILIH SAYA

Video

teaser

mediabar

Diberdayakan oleh Blogger.

Search This Blog

KUNJUNGAN

Website counter